Pelayanan Kesehatan Gigi terhadap 2030 Indonesia Bebas Karies





    Kementerian Kesehatan Republik Indonesia pada 2015 menargetkan Indonesia bebas karies (gigi berlubang) di tahun 2030 mendatang. Keputusan ini mendapat dukungan dari pihak pemerintah, swasta, dan masyarakat. Langkah awal untuk mewujudkan Indonesia bebas karies tahun 2030 adalah dengan melakukan tindakan pencegahan gigi berlubang kepada anak. Pencanangan ini dihadapkan pada sejumlah tantangan besar, salah satunya masih tingginya angka prevalensi karies di Indonesia.

    Menurut Guru Besar Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran Prof. Dr. Eriska Riyanti, dr., SpKGA, ada tiga strategi sederhana yang bisa dilakukan dalam mewujudkan target ini. “Tantangan (mewujudkan Indonesia bebas karies) ini bukan hanya bagi tenaga kesehatan saja, tetapi juga masyarakat umum,”

    Strategi pertama adalah meningkatkan upaya preventif dan promotif terkait pelayanan kesehatan gigi dan mulut. Prof. Eriska menjelaskan, strategi ini menggeser upaya sebelumnya yang lebih menekankan aspek tindakan/kuratif. Dengan pergeseran ini, penekanan upaya kini lebih berfokus pada aspek pencegahan dan promotif. Edukasi mengenai pemberian fluoride dalam upaya pencegahan karies harus dilakukan. Fluoride memiliki kemampuan luar biasa dalam mencegah karies.



    Pemberian fluoride memiliki dua macam, yaitu secara sistemik dan topikal. Pemberian sistemik dilakukan melalui konsumsi makanan dan minuman yang mengandung fluoride dan kalsium. Sementara secara topikal dilakukan melalui pemberian oleh tenaga profesional maupun secara mandiri dengan menggunakan pasta gigi yang mengandung fluoride. Strategi kedua adalah menerapkan teknik perawatan gigi dan mulut yang mudah tetapi dengan teknologi tinggi. Prof. Eriska menjelaskan, perkembangan teknologi yang signifikan seyogianya memudahkan masyarakat untuk mempelajari teknik perawatan gigi dan mulut secara mudah. Selain itu, saat ini juga telah berkembang sejumlah teknologi dan perangkat yang memudahkan dalam melakukan perawatan gigi. Mulai dari produk perangkat lunak kecerdasan buatan untuk proses diagnosis maupun tindakan, sikat gigi pintar, layanan teledentistry, hingga layanan media augmented reality. “Orang tua juga seharusnya harus paham bahwa perawatan gigi dan mulut juga memerlukan teknologi seperti ini,” kata Prof. Eriska. 

    Selain itu, langkah sederehana lain yang perlu dilakukan yaitu kegiatan menggosok gigi massal. Kegiatan gosok gigi bersama dapat dijadikan sebagai sebuah kegiatan rutin di lingkungan sekolah anak. Tujuan adanya kegiatan ini, anak dapat mengerti teknik cara menggosok gigi yang tepat. 
    

    Tidak pula ketinggalan dengan dilakukanya upaya promotif yaitu penyuluhan kesehatan gigi. Penyuluhan ini dilakukan bukan hanya kepada anak, namun juga kepada orang tua. Karena orang tua memiliki peran atas kesehatan gigi anaknya, perilaku kesehatan gigi orang tua yang baik diperlukan di dalam membimbing, memberikan pengertian, mengingatkan, dan menyediakan fasilitas kepada anak agar anak dapat memelihara kebersihan gigi dan mulutnya.

Comments